Cerita Cinta - Aku Cinta Kamu Dan Dia

Aku Cinta Kamu Dan Dia - Tak pernah terbayang sebelumnya di benakku, bisa mencintai dua orang sekaligus. Aku tahu ini salah, tetapi yang aku tak tahu adalah bagaimana bisa memilih dia tanpa menyakiti hatimu.

"Bang, besok kita jadi ke pantai?" tanyaku sambil tetap asyik dengan ponsel di genggamanku. "Nggak jadi ah kamu sibuk sendiri gitu!" candanya sambil mengacak-acak rambutku. Dipa adalah sosok pria yang belum lama ini dekat denganku. Sebenarnya kami sudah saling kenal cukup lama, tetapi tak ada yang menyadari mulai kapan perasaan kagum dan sayang itu muncul. Aku sendiri memanggilnya abang karena ia memang sangat perhatian padaku. Usia kami berbeda 5 tahun, dan ia tahu benar bagaimana cara memanjakan aku.

Namaku Amel, aku punya kekasih. Ya! Aku punya kekasih yang aku sayangi. Tetapi aku tak dapat menolak kedekatanku dengan Dipa ini. Diam-diam tiga bulan ini kami jalan, ke sana kemari berdua. Saling menghujani satu sama lain dengan perhatian. Menjaga dan bercanda, kami seperti sepasang kekasih yang saling mengagumi satu sama lain. Tak pernah kehabisan bahan cerita dan seperti bisa saling menutupi kekurangan masing-masing.

Kekasihku. Hmm... sebenarnya aku mencintainya. Kami toh sudah jalan lebih dari 3 tahun lamanya. Tetapi entah kenapa kami seperti orang asing yang tak punya chemistry satu sama lain. Bercanda saja kami jarang. Tetapi ajaibnya kami bisa bertahan dalam hubungan untuk sekian lama. "Lalu mengapa harus dipertahankan?" pertanyaan tersebut selalu menggangguku setiap saat. Sayangnya hingga kini, aku tak juga tahu jawabannya.

"Kamu tahu, setiap ada di dekatmu aku selalu ingin memelukmu. Serasa tak ingin melepaskanmu..." kata Dipa saat kami menikmati matahari tenggelam di pantai sore itu. Aku terdiam. Aku tak dapat berkata apa-apa dan menikmati pelukannya. Namun, ada sedikit rasa tak nyaman juga di dalam hatiku. Aku teringat pada kekasihku, yang entah hari ini sedang ngapain hehe. Tetapi setidaknya memang aku merasa bersalah padanya, dan kian hari rasa bersalah itu semakin besar.

"Bang, sampai kapan memangnya kita harus begini terus?" tanyaku?
"Maksudmu itu apa? Ya sampai selamanyalah..." kata Dipa.
"Bukan begitu. Tapi... aku butuh kepastian, bang. Kita nggak bisa seperti ini terus. Kita butuh kejelasan hubungan," kataku lagi melepaskan pelukannya dan kemudian menatap dalam-dalam matanya.

"Hmm... aku tahu maksudmu. Tetapi, aku sendiri tak tahu harus bagaimana saat ini. Lebih baik kita jalani saja dulu ya..." Dipa meraih tanganku, memainkan rambutku dengan lembut. Aku tetap membisu. Tak tahu harus berkata apa padanya.

"Nak Amel, tante itu senang lho Ricky bisa jalan dengan nak Amel sekian lama. Maksud hati sih kalian lekas meresmikan hubungan saja," kata tante Lia saat mengajakku ngopi sore itu. Aku nyaris tersedak. Tak pernah terpikir sebelumnya di benakku tante Lia akan ngobrol tentang hal itu. Oya, tante Lia adalah ibu Ricky, kekasihku. Sebenarnya ia juga adalah teman ibuku, jadi ceritanya dulu memang kami sengaja dikenalkan.

Ricky sendiri hanya senyum-senyum duduk di sampingku, tak berkomentar apa-apa. Dan aku tak bisa menebak apa yang ada di dalam pikirannya.

"Iya, beneran nih. Tante sudah bicara sama mama dan papamu. Mereka setuju kok kalau kalian segera menikah tahun ini. Kami sudah tak sabar ingin menimang cucu..." ungkap tante Lia sambil tertawa senang hatinya. Aku menanggapinya dengan senyum yang aku tak tahu itu apa. Aku hanya tak tahu harus berkata apa.

"Bang, aku mau dinikahin nih," kataku pada Dipa. Ia terdiam. "Maksudmu dengan dinikahin itu apa?" ia bertanya balik. "Ya orangtuaku dan tante Lia setuju kalau aku dan Ricky segera menikah. Mereka malah sudah merencanakan hal itu. tahun ini."

"Lalu, kamu bilang apa?" wajah Dipa mulai serius. Ia meninggalkan kesibukannya dan tampak mulai khawatir. "Ya aku nggak bilang apa-apa sih. Tapi..."

"Tapi apa? Kamu bilang nggak mau kan?" ia semakin gusar.

"Aku rasa aku nggak bisa menolaknya, bang." aku memalingkan wajah darinya. Aku takut melihat kekecewaan di wajahnya.

"Aku... aku balik dulu Mel. Aku ada perlu." Aku sudah menyangka ini akan terjadi. Dipa kecewa dan terluka. Aku harus bagaimana? Berpikir selama beberapa detik, kemudian aku mengejarnya.

"Bang... tunggu!" kataku. "Gimana kalau kita kawin lari?" aku tak pernah menyangka bahwa kalimat ini akan keluar dari mulutku. Namun nyatanya keluar juga. Dipa terdiam dan tak berpaling padaku. Kuhentikan langkahku dan menunggu ia berbalik dan memelukku. Ia tak pernah berbalik. Ia meneruskan langkahnya dan memacu motornya dengan kecepatan tinggi.

"Kamu cantik lho Nak Amel dengan busana pengantin ini," kata tante Lia padaku. Mama mengangguk setuju. Akupun tersipu di depan mereka.
Hari ini adalah hari pernikahanku dengan Ricky. Hari yang diharap-harapkan oleh banyak orang untuk melihatku bahagia. Kalau dipikir-pikir, aku sebenarnya beruntung. Bisa menikah dengan orang yang aku cinta, direstui dan didukung oleh keluarga. Tetapi seperti ada yang hilang di dalam hatiku.

Dipa. Entah ke mana ia pergi setelah hari itu. Aku tak pernah melihat dan mendengar kabarnya lagi. Ia seperti lenyap ditelan bumi. Aku sendiri tak berniat mencarinya, karena kupikir ia akan berbalik dan memelukku.

Aku juga tak pernah terbayang bagaimana bila ternyata hari itu ia mengiyakan ajakanku. Mungkin saat ini aku tak melihat tante Lia, tak melihat senyum di wajah mama dan papa.
Haha. Bodohnya aku. Mengapa sampai terucap kalimat itu. Bukannya aku seharusnya tahu bahwa hubungan kami itu nggak mungkin terwujud.

"Amel, semua sudah menunggu di bawah," kata mama memintaku untuk segera turun dan bersiap untuk ijab kabul. "Iya, ma... sebentar lagi," kataku.

Kupandang lagi cermin di kamarku, kemudian beralih mencari udara segar di jendela kamar. "Baiklah, ini mungkin sudah menjadi jalanku. Aku tak bisa mundur lagi. Maafkan aku, Bang Dipa. Aku tak bisa menunggu sesuatu yang tak pasti darimu. Aku mencintaimu, namun aku juga mencintai dia," kataku dalam hati kemudian beranjak dari kamarku.

Baca juga cerita cinta menarik lainnya : Mengapa Kamu Mencintaiku 

Cerpen Cinta - Cintaku Pupus Karena Beda Agama

Cintaku Pupus Karena Beda Agama - Usiaku 20 tahun ketika berkenalan dengan Angga, dia adalah teman satu kampus denganku. Walaupun beda fakultas, kami sering bertemu saat makan di kantin atau saat menghadiri acara kampus. Singkat cerita, kami saling jatuh cinta dan mulai berpacaran.

Angga adalah pemuda yang baik dan sopan, dia juga bukan tipe pria yang suka mempermainkan wanita, karena itulah aku jatuh cinta padanya. Tetapi di balik sifat baiknya, ada satu hal yang bisa menjadi penghalang hubungan kami, yaitu agama yang berbeda.

Sejak awal, kami menekankan bahwa tidak boleh ada pacaran diam-diam, kami serius dengan hubungan kami, sehingga orang tua kami harus tahu.

Pada awalnya, kedua orang tua kami menerima hubunganku dan Angga, mereka tidak mempermasalahkan perbedaan kami yang sangat prinsip. Aku dan Angga juga tidak pernah saling memaksa, kami tetap beribadah sesuai agama kami. Aku menghargai Angga dan agamanya, demikian juga dia. Itulah yang aku suka darinya, pemikiran yang dewasa dan tidak pernah memaksa.

Tanpa terasa, hubungan kami berjalan empat tahun. Aku dan Angga beberapa kali membicarakan pernikahan. Mulai dari menabung agar bisa menikah legal di negara lain (kami ingin tetap memegang agama masing-masing saat menikah), hingga bagaimana saat kami punya anak nanti. Semua sudah kami bicarakan dan baik-baik saja.

Hingga.. orang tua kami sedikit demi sedikit menentang hubungan kami. Di kedua belah pihak, mereka ingin agar hubungan kami berakhir. Bagi orang tuaku dan orang tua Angga, hal yang paling prinsip tidak akan bisa disatukan dengan cinta. Bisa saja kami menerima di awal, tetapi akan banyak cemooh dari orang-orang.

Semakin hari, kedua orang tua kami semakin keras menentang hubungan kami. Sekuat apapun aku dan Angga menjelaskan, mereka tidak mau terima. Kedua orang tuaku ingin agar Angga masuk agamaku, sedangkan orang tua Angga ingin agar aku masuk agama mereka.

Bukannya tidak ingin mengalah atau egois, aku dan Angga pada akhirnya sama-sama mengalah. Kami tidak ingin hubungan keluarga hancur jika kami memaksa. Akhirnya aku dan Angga memutuskan hubungan kami, memutuskan ikatan cinta kami.

Jangan tanya bagaimana perih dan sakitnya hatiku, aku juga merasakan hal yang sama pada Angga. Kami sama-sama terluka, kami saling mencintai tetapi harus berpisah dengan perbedaan ini.

Mungkin Angga memang bukan jodohku, dan mungkin aku memang bukan jodoh untuk Angga.

Aku masih belajar untuk menerima kenyataan ini, sulit memang, tetapi aku tidak bisa memilih antara cinta, agama dan orang tuaku.

Mengalah tak selamanya kalah, aku juga masih menghormati orang tuaku.
Semoga kelak, aku bisa mendapatkan pria yang baik.


Baca juga cerita cinta menarik lainnya : Mengapa Kamu Mencintaiku

Cerpen Cinta - Cinta Dalam Hati

Cinta Dalam Hati - Sejak awal, keluarga Devi menolak kehadiran Mario. Ia berasal dari keluarga yang biasa saja, tidak populer dan bukan keluarga terpandang. Keluarganya khawatir bahwa Mario tak dapat membahagiakan Devi kelak, sehingga akhirnya cinta mereka berdua harus disembunyikan dari semua orang di sekelilingnya.

Karena tekanan keluarga tersebut Devi menjadi ragu akan cinta Mario. "Sebesar apakah cintamu padaku?" tanyanya suatu hari pada Mario. "Aku tak pandai berkata-kata, tetapi suatu saat nanti kau akan tahu sebesar apa cintaku..." kata Mario. Jawaban itupun membuat Devi jadi semakin bimbang. Ia berpikir, mungkin keluarganya benar. Mungkin ia harus merelakan cintanya dengan Mario dan tidak berusaha mempertahankannya lagi.

Kemarahan Devi terhadap jawaban Mario membuatnya tak ingin bertemu lagi dengannya. Ia mengacuhkan Mario dan membuatnya menderita rasa pedih karena patah hati. Tak lama kemudian, Mario memutuskan untuk mengejar pendidikan ke luar daerah. Meninggalkan kota asalnya dan berusaha menyembuhkan lukanya.

Lima tahun berlalu, sekalipun Devi merasa kecewa terhadap Mario, ia tak bisa melupakannya walau sedetik saja. Di dalam hati, cintanya terhadap Mario masih kokoh tertanam di sana.

Teringat pada sebuah cafe kecil tempat mereka biasa bertemu diam-diam, Devipun tertegun. Tanpa disadari sebuah mobil melaju kencang di depannya. Mobil yang dikendarainyapun tak sanggup menghindar. Ia dilarikan ke rumah sakit dan harus mendapat penanganan serius.

"Ia sudah melewati masa krisisnya, bu. Tetapi ia akan kehilangan suara, selamanya..." jelas dokter menghancurkan hati kedua orang tua Devi. Sejak saat itupun Devi lebih banyak memilih menyendiri. Usulan orang tua untuk pindah ke desapun diterimanya.

Hari itu sahabat Devi datang membawa sebuah amplop. Sambil bercerita girang ia tak mempedulikan Devi yang masih terbengong mendengar kata Mario. "Kamu tahu nggak sih ternyata Mario sudah pulang sebulan lalu. Aku juga kaget waktu menerima undangan ini, makanya aku cepat-cepat menyetir mobilku ke sini. Dia ingin aku menyampaikan amplop undangan pernikahannya." kata sahabatnya.

Devi tertegun. Air matanya mengalir deras dan ia kesal karena ia tak dapat berkata apapun. Ia hanya bisa menyimpan semuanya dalam hati. Berlarilah ia ke halaman dan duduklah ia di bawah pohon tempat ia biasa melamun. Dibukanya amplop berwarna biru terang itu perlahan. Ia sudah pasrah dan akan rela menerima kecewa yang pantas diterimanya.

Tak terbayangkan. Saat ia membuka undangan tersebut, namanyalah yang tertera di sana. Dengan undangan tersebut, Mario melamarnya. Memintanya menjadi mempelai baginya minggu depan nanti. Devipun akhirnya tahu bahwa Mario telah mempersiapkan semua tetek bengek pernikahan dalam waktu sebulan ini. Ia juga tahu benar bagaimana kondisinya lewat sahabatnya.

"Dan inilah jawaban pertanyaanmu hari itu. Inilah besarnya cintaku padamu..." suara Mario mengagetkan dari belakang.

Berlarilah Devi dan memeluk Mario erat. Dengan bahasa isyarat yang telah dipelajarinya, ia mengucapkan "Aku mencintaimu, Mario..." 

Baca juga cerita cinta menarik lainnya : Mengapa Kamu Mencintaiku

Cerita Cinta - Suara Hati Saat Suamiku Ingin Menikah Lagi

Suara Hati Saat Suamiku Ingin Menikah Lagi - Ini adalah ungkapan suci seorang istri ketika mendengar permohonan ijin dari suaminya untuk menikah lagi. Istri mana yang rela suaminya menikah lagi dan membagi cinta untuk dua wanita? Rasanya tidak ada seorang wanita pun di dunia ini yang ingin diduakan, apalagi diduakan di depan mata.

Rasanya duniaku runtuh ketika mendengarmu, suamiku tersayang, meminta ijinku untuk menikah lagi. Membayangkan dirimu, lelaki yang paling kusayangi, membagi segala bentuk cinta, perhatian, dan kebahagiaan lainnya dengan wanita lain bukan hanya membangkitkan rasa cemburuku, tapi juga rasa sakit hati tak berujung. Jangan protes jika aku merasa begitu cemburu, hatiku sudah seperti disayat sembilu mendengarmu ternyata akan segera membagi cintamu.

Jangan memprotesku yang memiliki sejuta cemburu, wahai suamiku. Cemburuku ini adalah bukti nyata besarnya rasa cinta yang kumiliki untukmu. Cintaku sudah tidak perlu lagi kau ragukan. Aku begitu menghormatimu sehingga secepat kilat aku mengoreksi diriku sendiri. Apa sebetulnya kurangku hingga membuatmu berpaling kepada wanita lain. Apa saja kelemahan diriku yang membuatmu harus melabuhkan separuh hatimu untuk wanita lain. Rasanya semua upaya sudah aku kerahkan untuk membahagiakanmu, namun akhir yang harus aku terima tetaplah dimadu.

Sepanjang malam aku memikirkan jawaban atas pertanyaan tersulit yang kau lontarkan. Apa yang harus kukatakan untuk menjawab pertanyaan yang sebetulnya sangat tidak ingin aku jawab itu? Suamiku tercinta, tidak ada seorang wanita pun di dunia ini yang ingin cintanya dibagi dengan wanita lain. Tidak akan ada wanita yang rela melihat suaminya bermesraan dengan wanita lain di depan mata. Sebelum kau melakukannya, duhai suamiku, pernahkah kau mencoba berada di posisiku dan menjadi aku? Maukah kau diduakan olehku? Tahukah kau bagaimana perasaanku? Membayangkannya saja aku sudah tak mampu, bagaimana aku harus melaluinya?

Kodratku sebagai wanita tentu menolaknya. Aku tidak mau membagi suamiku baik secara fisik maupun secara emosional dengan wanita lain. Pernikahan kita adalah tentang kita berdua, bukan tentang dia. Bagaimana mungkin kau tega memasukkan sosoknya di kebhidupan kita? Nanti, apakah rasa bahagiaku masih bisa sama? Bisakah kau memberikan jaminan cinta yang sama rata antara aku dan dia? Ribuan pertanyaan menyerang otak dan batinku. Rasanya batinku tidak lagi mampu memikirkan jawaban pertanyaanmu.

Tibalah hari di mana aku harus menjawab pertanyaanmu. Kukembalikan batinku kepada Tuhanku. Bahasa iman menggugah kesadaranku kembali. Aku harus menguatkan diriku dan diri suamiku. Kuyakinkan diriku bahwa ini semua sudah diatur oleh Tuhan. Jika aku memprotesnya, sama saja dengan aku memprotes keputusan Tuhan. Jodoh sudah digariskan oleh Tuhan dan jika jodoh wanita itu adalah suamiku, apakah aku harus menyalahkannya? Suamiku telah bertahun-tahun menjadikan aku ratu di hidupnya, maka tidak seharusnya aku menyebutnya sebagai pengkhianat atas segala rasa kasih sayangku.

Aku memutuskan untuk mengatakan "ya, aku mengijinkanmu menikah dengan wanita itu."
Semoga ketika kau telah bersamanya, akan ada penghargaan lebih atas kebersamaan kita. Dan aku pastikan kau tidak akan merasa ditinggalkan olehku. Aku tahu bebanmu akan terasa lebih berat ke depannya karena akan sangat sulit bagimu untuk memilih. Maka aku tak akan membawamu pada posisi memilih. Sekaranglah saatku untuk membuktikan padamu bahwa aku pantas menjadi perhiasan terindah yang pernah kau miliki dengan sebentuk cinta yang aku miliki. Aku buka pikiranku dengan keikhlasan. Dan keikhlasan itu akhirnya berbuah pikiran bahwa engkau bukanlah milikku yang abadi.

Semoga kelegaan hatiku dan kemuliaan niatmu bukan hanya sekedar omong kosong. Semoga seua itu akan menjadi bukti nyata pernyataan cinta kita yang hanya karena Tuhan. Dan kini, aku mempersembahkan wanita itu untukmu. Benar- benar sebuah akhir yang sangat melegakan bagi sebuah kecintaan yang hanya karena Tuhan.

Baca juga cerita cinta menarik lainnya : Mengapa Kamu Mencintaiku

Cerita Cinta - Saat Aku Gagal Menikah

Saat Aku Gagal Menikah -  Dengan hati yang tulus dan tenang, kubagikan kisahku ini. Sebut saja namaku Ridang. Semoga kisah tentang kegagalan pernikahanku ini bisa menjadi cahaya lilin bagi hati yang meredup karena kehilangan cinta seorang kekasih.

Aku adalah seorang karyawati di rumah sakit swasta di kota “S”. Di antara segala kesibukan bekerja di rumah sakit dan rutinitas di asrama, aku masih menyempatkan diri untuk bergabung dalam kelompok paduan suara. Aku menyanyi untuk acara-acara pernikahan di gereja. Aku bersyukur dikaruniai bakat untuk menyanyi ini. Banyak pengalaman positif yang kudapatkan dengan bergabung dalam kelompok paduan suara .

Sebagai seorang wanita berusia 25 tahun, aku mempunyai seorang kekasih. Dia bekerja di bidang pelayaran. Sekian lama kami menjaga hubungan cinta dan bersikap saling percaya meski jarak sering memisahkan. Selama beberapa tahun pula kami berusaha untuk saling mengenal dan menjalin kasih sayang hingga suatu ketika kami memutuskan untuk menikah. Semua persiapan pernikahan mulai dari pernak-pernik kecil kecil hingga rencana pertemuan keluarga sudah kami bicarakan bersama.

Selain bekerja, aku juga mengikuti kursus rias pengantin. Tentu wajar jika aku ingin membuat acara pernikahanku terasa sangat istimewa. Aku ingin menikah dengan mengenakan gaun pengantin nuansa Eropa yang berwarna putih dan panjang. Aku ingin mendesain sendiri gaun pengantinku. Tetapi ternyata calon suamiku meminta kami memakai pakaian adat Jawa tengah. Apa boleh buat, aku mengalah dan tidak ingin berdebat hanya karena masalah gaun pengantin.

Aku mendatangi salah satu penjahit dan butik langgananku. Sebuah busana pengantin jawa telah siap dan tinggal menunggu waktu untuk segera dikenakan. Sambil mempersiapkan banyak hal yang berkaitan dengan rencana pernikahan kami, kami berdua sebagai calon pengantin harus mendaftarkan diri untuk ikut kursus persiapan perkawinan di gereja. Aku mendaftarkan nama kami untuk mengikuti kelas kursus calon pengantin. Dalam kursus itu, kami akan diberi banyak bekal persiapan tentang hidup berkeluarga, bagaimana mengenal pasangan lebih jauh, dan penyelidikan dari gereja tentang kelayakan untuk sah atau tidaknya perkawinan kami.

Pada awalnya, kami berdua begitu bahagia dan tak sabar ingin segera mengikuti kursus persiapan perkawinan itu. Tapi entah mengapa sebabnya, secara perlahan calon suamiku semakin sulit dihubungi. Aku mulai putus asa tapi tetap berusaha berpikir positif. Hingga akhirnya aku mengunjungi adik calon suamiku yang kebetulan satu kota denganku. Dari adiknya aku tahu bahwa kekasihku berpaling pada wanita lain. Rasanya aku tidak perlu menceritakan detailnya. Namun, yang pasti hati dan perasaanku hancur berkeping-keping. Tanpa kabar berita dia hilang begitu saja.

Setelah mendapat beberapa informasi yang cukup dapat kupercaya, aku sudah tidak berharap banyak tentang rencana pernikahanku dengannya. Bahkan aku tidak mampu untuk menangis karena rasanya hatiku telah mati rasa. Rasanya dada ini sesak dan bebanku terasa berat. Aku ingin menangis tetapi tidak setitik pun airmata keluar. Aku mengunjungi seorang biarawati di biara dan berharap dengan bercerita padanya, aku bisa menangis dan merasa lega. Kenyataannya, justru biarawati itu yang menangis terharu padaku.

Cukup lama aku tidak bisa menangis. Pada suatu hari seorang teman paduan suaraku sedang menyanyi lagu ”Hadapilah dengan Senyum” dan tanpa aku sadari, tangisku tiba-tiba meledak. Aku tidak mampu menahannya lagi. Aku dipeluk oleh sahabatku. Sepotong syairnya berbunyi seperti ini ”bila bebanmu terlalu berat, hadapilah dengan senyum. Bila dunia mengecewakan, hadapilah dengan senyum. Tuhanlah bentengmu, janganlah kau bimbang akan semuanya hadapilah dengan senyum" dan seterusnya.

Aku harus berjuang dengan segala cara untuk tetap dapat tersenyum walau hati ingin menjerit dan menangis. Terlebih lagi, tak lama kemudian aku mendengar kekasihku menikah dengan wanita lain. Adiknya datang menemuiku untuk menyampaikan permintaan maaf. Bahkan dia juga tidak ingin menghadiri pernikahan kakaknya. Satu-satunya hal yang mampu membuatku bertahan adalah doa. Ketika aku merasa dunia sudah runtuh, rasa malu pada teman - teman, dan bingung akan pertanyaan dari orang tuaku mengapa aku batal menikah, aku hanya bisa berdoa. Beruntung salah satu kakakku sangat mengerti keadaanku dan dia yang menjelaskan semua pada orang tuaku.

Pada waktu peristiwa itu terjadi, aku sedang aktif dalam kelompok paduan suara di gereja, terutama untuk mengisi suara sebagai solis atau penyanyi tunggal. Profesionalisme sebagai penyanyi harus bisa membuatku tegar. Dengan hati berkeping-keping kususun nada demi nada false dalam irama hidupku. Aku harus bangkit. Aku harus kuat. Aku ingin bangkit menjadi sepotong hati yang tegar walau batal menikah.

Semua sahabat paduan suara sangat mengerti tentang peristiwa batalnya rencana pernikahanku. Aku bahkan diijinkan untuk tidak usah menyanyi dulu hingga hatiku tenang lagi. Namun aku menolak. Aku harus tetap menyanyi. Jadwal acara menyanyi tak akan kuubah.

Pada saat pertama kali aku menyanyi lagu The Wedding dalam pernikahan salah satu temanku pada masa sulitku itu, sahabat-sahabatku menangis. Mereka menitikkan airmata haru melihatku begitu syahdu mengalunkan lagu pengiring pengantin masuk ke gereja menuju altar suci untuk diberkati. Sungguh ini sebuah keajaiban Tuhan. Aku begitu tegar menyaksikan pasangan pengantin masuk ke gereja menuju altar dengan gaun pengantin nuansa Eropa yang cantik itu. Hingga bait terakhir lagu berhasil kunyanyikan dengan sempurna dan penuh perasaan.

Tanpa terasa aku telah melewati masa sulit ini. Siapakah yang dapat bertahan jika bukan karena kebesaran Tuhan? Tuhan telah mengajakku bercanda rupanya. Ketika aku sedang meratapi kepergian kekasih yang membatalkan pernikahan kami, malah aku diberi semangat untuk terus bernyanyi bagi banyak pasangan pengantin. Ya, ini berarti aku harus mampu miliki hati yang tegar.

Suatu hari, aku mendapat telepon dari mantan kekasihku, dia mengatakan minta maaf karena telah meninggalkan aku. Aku tidak menaruh dendam sedikitpun dan memaafkan keadaannya. Bahkan aku mendoakan kebahagiaannya. Ketika ia menghubungi aku, mantan kekasihku ini mengalami kecelakaan dan tidak bisa berjalan. Pada saat yang sama istrinya meninggalkan dia. Aku hanya bisa berdoa agar dia dapat segera pulih dan sembuh seperti sediakala. Tetapi maafkan aku Tuhan karena aku tak mungkin kembali padanya. Dia sudah sembuh dari kecelakaan tersebut, namun dia memilih mengakhiri hidupnya sendiri karena tak menemukan kebahagiaan.

Aku berdoa agar semua dosa dan kesalahannya diampuni Tuhan. Dia tetap sahabat yang terbaik dalam hidupku. Kini aku boleh mengucap syukur dan membagikan kebahagiaan. Tanpa kuduga cinta sejatiku akhirnya datang. Betapa indahnya rencana Tuhan. Semua diatur indah pada waktunya. Waktu yang tepat sesuai rencanaNya. Aku telah menemukan seorang kekasih yang mencintaiku dengan luar biasa dan yang membangun kembali reruntuhan puing-puing harapan tentang istana cintaku. Tuhan terimakasih untuk semua ini. Kubagikan kisahku ini agar menjadi pelita hati, percayalah dunia belum berakhir hanya karena engkau tidak jadi menikah.. 

Baca juga cerita cinta menarik lainnya : Mengapa Kamu Mencintaiku